Kecil Tapi Penting

Kecil Tapi Penting

SAKTINYA METERAI SAAT MELEKAT PADA DOKUMEN

Masyarakat Indonesia memiliki pandangan bahwa dokumen resmi akan dianggap sah di mata hukum jika disertai tanda tangan di atas meterai. Tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan sehari-hari cukup sering kita melihat dokumen yang ditempel meterai, mulai dari perjanjian, surat pernyataan, kwitansi dan lain sebagainya. Lalu bagaimana keabsahan bila dokumen-dokumen tersebut ditandatangani tanpa dilekatkan meterai? apakah dokumen-dokumen tersebut lantas menjadi tidak sah? Apakah memang meterai se-sakti itu ?

Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (“selanjutnya ditulis UU Meterai”), Pasal 3 ayat 1 huruf a UU Meterai menyebutkan bahwa Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata, selanjutnya pada huruf B dijelaskan bahwa bea meterai dikenakan atas dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Atas dasar ketentuan pada pasal tersebut dapat dipahami bahwa sah atau tidaknya dokumen bukan ditentukan karena ada atau tidaknya meterai namun sejatinya Meterai berfungsi sebagai bea pembayaran atas dokumen dalam hal akan digunakan sebagai bukti di Pengadilan.

Tata cara penggunaan meterai yang benar adalah meterai ditempel pada dokumen di bagian tempat yang akan digoreskan tandatangan, dipastikan agar Meterai melekat dalam keadaan utuh atau tidak sobek. Sebaiknya meterai ditempel tidak menutupi tulisan dan pada saat penandatanganan menggunakan tinta yang sebagian goresan tandatangan berada diatas kertas dan sebagian lainnya mengenai meterai.

Satu hal yang sering dilewatkan adalah tidak dituliskan penanggalan pada kolom yang tersedia di Meterai. Menghindari penggunaan meterai menjadi tidak sah, merunut pada seorang praktisi hukum, Dwi Hendroyono, menganjurkan agar selalu menuliskan tanggal pada kolom yang tersedia di meterai (lihat gambar). ”Bila tidak ada, maka meterai dianggap tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan,” tambah Hendro yang saat ini menjabat sebagai Head of Legal Departement PT. Mitra Prodin.

Jika ada dokumen tanpa meterai yang akan digunakan sebagai alat bukti, maka pengadilan akan memerintahkan untuk menyertakan meterai pada dokumen tersebut sehingga Bea Meterai atas dokumen menjadi terhutang. Atas bea Meterai tersebut, maka pemilik dokumen yang ingin menggunakan wajib membayar senilai meterai dan sanksi denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hendro menambahkan bahwa tidak ada ruginya bila setiap dokumen ditempeli meterai, selain sebagai langkah antisipatif jika suatu saat dokumen tersebut segera dibutuhkan sebagai alat bukti. Lebih lanjut lagi disampaikan bahwa penyertaan meterai dalam sebuah dokumen juga merupakan salah satu bentuk sumbangsih kepada negara untuk pembangunan.

Materai saat ini mulai mengalami perkembangan. Indonesia tidak absen menjadi negara yang merasakan perkembangan teknologi yang demikian cepat, belakangan ini sudah mulai sering dijumpai dokumen-dokumen yang dibuat secara digital atau elektronik, guna memfasilitasi kebutuhan atas meterai untuk dokumen-dokumen tersebut. Saat ini Indonesia telah membuat meterai dalam bentuk elektronik, namun secara teknis banyak masyarakat yang kurang memahami cara menggunakannya. Tentunya jadi PR yang berat bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi termasuk menyiapkan infrastruktur teknologi agar meterai elektronik mudah digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

”Perkembangan teknologi ini harus diimbangi dengan perkembangan infrastrukturnya. Selama infrastrukur belum siap dan mudah di akses setiap orang, pemerintah dalam proses administrasi yang berhubungan dengan pelayanan kepada publik diharapkan tetap memberikan opsi untuk menggunakan Meterai konvensional,” ujar Hendro menutup pembicaraan. (Bram)

Edit Template

Yuk Daftar di Digital Bulletin Join

X